Seorang sufi besar bernama Abu Bakar al-Syibli konon setelah wafatnya hadir dalam mimpi temannya, berdialog dengan Allah SWT.
"Apa yang menyebabkan dosamu diampuni oleh Aku?" Tanya Allah SWT pada Syibli.
"Solat tepat pada waktunya," jawab Syibli.
"Bukan," kata Allah SWT menimpali.
"Zakat, puasa, dan hajiku yang menyebabkan dosaku diampuni," lanjut Syibli.
"Bukan juga," cetus Allah SWT.
Syibli pun heran, "Kalau semua ibadah yang telah aku jalankan tidak menghapuskan dosaku, lalu apa yang telah Kau redhai dariku," tanya Syibli penasaran.
"Aku menjayakan dan mengampuni seluruh dosamu lantaran engkau telah menolong seekor kucing yang sedang kedi nginan dan kelaparan."
Kisah di atas dimonumentalkan oleh Syeikh Nawawi al-Bantani, dalam kitab syarah Nashaih al-I'bad. Benar dan tidaknya kisah ini dari sisi ilmiah bukan hal penting. Pelajaran dari kisah itulah sesungguhnya yang patut kita petik. Utamanya untuk menyikapi situasi kehidupan umat manusia yang semakin hari dirasakan jauh dari rasa kasih dan kekeluargaan.
Di pelbagai tempat kita miris dengan aneka perilaku yang tidak lagi mencintai bangsa dan aset negara sendiri sebagai anugerah Allah. Lihat saja segala perbuatan dan kepanikan masyarakat sudah tidak boleh lagi dikawal. Seakan masyarakat telah tertanggal dari tuntunan keadaban yang berakar dari nilai kemanusiaan dan moral agama. Dengan begitu, tanpa rasa kasih mereka nekad membunuh sesamanya dengan sadis. Tidak peduli apakah yang dibunuh itu rakyatnya, atasannya, teman dekatnya, keluarganya, atau bahkan anak dan orang tuanya sendiri.
Mengapa kekerasan ini makin menjadi-jadi? Jawapannya berpulang kepada para komponen elite bangsa itu sendiri dalam memberikan keteladanan kasih sayang kepada rakyatnya. Apakah kaum elit, yang mengatakan sudah menyuarakan rakyat dan keadilan telah dibuktikan untuk membela negara dan rakyatnya? Justeru, rakyat kecil marah dan kecewa kerana kumpulan elite tanpa sedar telah melakukan dosa.
Berapa banyak undang-undang yang mereka legitimasi akhirnya digerus oleh tangan besi yang berdarah kolusi. Harta rakyat disulap dengan cek pelawat demi kuasa sesaat. Rakyat menjadi malang kerana diadang oleh pelbagai kes rasuah.
Oleh kerana itu, kisah sufi di atas seharusnya menjadi ibrah (pelajaran) yang amat berharga bagi kita untuk membiasakan diri menanamkan kasih sayang yang bermanfaat ke pada siapa pun makhluk Allah SWT. Dengan ibadah simbolik saja yang kita lakukan tanpa diimbangi dengan amal kemanusiaan, tidaklah Tuhan akan mengampuni dan menjayakan.
Rasa kasih sang sufi di atas yang dicurahkan kepada seekor kucing mengetuk kita semua untuk berlaku sayang dan adil kepada apa pun dan siapa pun umat manusia tanpa diskriminasi. Rasa kasih sayang seperti inilah kelak akan menghantar kan bangsa (negeri) kita menjadi negara yang kuat (tanpa konflik), selamat, aman, damai, maju, dan ber adab. Semoga. Wallahu a'lam.
sumber dari republika.co.id
Kisah Penolong Kucing
4/
5
Oleh
Unknown